Sumber gambar https://lakonhidup.com
Cerpen “Setan Banteng” merupakan
salah satu karya dari Seno Gumira Ajidarma. Seno Gumira Ajidarma merupakan
seorang sastrawan yang tidak mau dianggap sastrawan. Seno Gumira Ajidarma juga
seorang jurnalistik. Salah satu karya beliau ialah cerita pendek yang berjudul “Setan
Banteng.”
Pada cerpen Setan Banteng menceritakan
beberapa siswa bermain dengan memanggil setan untuk menjadi banteng. Permainan
ini seperti Jaran Kepang, dimana seorang penari tersebut kerasukan oleh
setan dan melakukan tarian adegan yang berbahaya. Pada permainan Setan
Banteng terlihat jelas bahwa permainan ini dikendalikan langsung oleh setan
dan menjadi banteng yang siap menyeruduk orang yang disekitarnya.
Pada cerpen tersebut ada beberapa
point yang bisa dijadikan pesan hikmah. Pertama, cerpen ini menyadarkan
kepada pembaca bahwa di tempat mana pun itu akan selalu ada lingkungan orang
yang pemberani, orang penakut, orang yang dengan kehati-hatian (perhitungan),
serta orang yang sebagai penonton saja. Sehingga dengan adanya perbedaan
karakteristik kita bisa menyesuaikan dan bersikap harus bagaimana dengan orang
lain. Seperti pada kutipan cerpen berikut.
Selalu begitu. Sejak masa kanak-kanak pun sudah terbagi: ada yang
pemberani, ada yang selalu ketakutan, ada yang penuh perhitungan dan
lihat-lihat dulu.
Kedua, sebagai seorang pemimpin pada gerombolan tersebut seharusnya menunjukkan
contoh yang baik dan saling melindungi anggotanya. Bukan malah tertawa dengan
tingkah konyol temannya yang sedang dirasuki setan Banteng. Ketiga, sikap
yang ditunjukkan oleh tokoh guru ini sudah benar yaitu mengingatkan dan
menasehati jika siswanya melakukan tindakan yang salah.
Jika dilihat dari penggunaan
bahasanya, pengarang menggunakan gaya bahasa yang bagus dan kata-katanya rumit.
Sehingga pembaca perlu membaca berulangkali agar bisa memahaminya. Di akhir
cerita ini, Pengarang menyodorkan gaya bahasa yang nyentrik, seperti pada
kutipan berikut ini.
Terdengar bel berbunyi.
“Ayo masuk kelas!” Teriaknya lagi, “Mau jadi ilmuwan macam apa
kalian?”
Lantas suaranya merendah, seperti bicara untuk dirinya sendiri.
“Sejak kecil sudah bermain setan…”
Pada akhir cerita ini, pengarang menyuguhkan
kalimat yang dimana si pembaca merasa menggelitik. Gaya bahasa yang digunakan
ialah majas ironi. Karena mengungkapkan sindiran halus dengan menggunakan
kata-kata yang bertentangan dengan makna sesungguhnya.
”Mau jadi ilmuwan macam apa kalian?”
“Sejak kecil sudah bermain setan....”
Kemudian terakhir, dalam cerita Setan
Banteng jika dikaitkan dengan kehidupan saat ini, seperti suatu perkumpulan
geng yang ingin melakukan hal yang aneh-aneh. Kemudian dari dalam anggota
tersebut jika salah satunya ada yang butuh bantuan, mereka hanya bisa tertawa
dan tidak membantu. Pertemanan dalam geng seperti itu dapat merusak kehidupan
dan karakter siswa karena tidak adanya hal yang positif di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar