Kritik dan Esai Puisi "Peringatan" Karya Wiji Thukul.

 

Peringatan

Oleh: Wiji Thukul

 

Wiji Thukul adalah seorang aktivis dan seniman yang lahir pada 26 Agustus 1963 di kampung Sorogenen Solo. Wiji Thukul adalah seorang tokoh seniman dan aktivis terkenal dalam dunia sastra. Wiji Thukul terkenal karena bentuk perlawanannya dan aksi kritiknya terhadap pemerintah. Wiji Thukul pernah menyindir kemerdekaan bangsa yang hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, lewat puisinya yang berjudul Kemerdekaan itu pendek saja: “Kemerdekaan adalah nasi. Dimakan jadi tai.” Saat itu Wiji Thukul menjadi sadar bahwa karya sastra bisa membuat cemas pemerintah. Wiji Thukul pernah terlibat dalam advokasi kaum miskin dan buruh perkotaan. Ia memimpin organisasi yang bergerak melawan pemerintahan represif orde baru melalui jalur kesenian rakyat.

Salah Satu karya sastranya ialah puisi. Puisi-puisinya keras, menghantam hati para penguasa yang mengandalkan ketakutan masyarakat untuk memerasnya, puisinya lantang dan tidak takut jika nantinya ditangkap oleh penguasa. Puisi Wiji Thukul merupakan gambaran simbol perlawanan di zamannya. Berikut puisi ini juga mensyairkan bentuk perlawanannya dengan judul “Peringatan.”

Puisi Wiji Thukul dengan judul “Peringatan” ini merupakan bentuk perlawanan dan peringatannya kepada pemerintah. Serta menjadi simbol semangat kepada kaum yang tertindas untuk melakukan perlawanan dan menegakkan keadilan. Puisi ini pun juga menjadi simbol jargon sebagai penyemangat para aktivis saat demonstran.

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

Maka hanya ada satu kata: lawan!

Pada akhir bait ini, Wiji Tukul memberikan sudut pandang kepada masyarakat agar melawan dan tidak diam pada ketidakadilan yang sedang terjadi. Seperti pada aksi demonstran mengenai RUU dan Undang-Undang banyak yang turun aksi di jalan, mulai dari masyarakat umum dan para mahasiswa selalu mengucapkan “maka hanya ada satu kata: lawan.”

Selain puisi “Peringatan”, ada juga puisi yang lainnyadengan judul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu” Wiji Thukul berharap bahwa para pejabat tidak melakukan ketidakadilannya lagi.

Komentar