Kritik Cerpen "Di Jalan Jabal Al Kaabah" Karya M. Shoim Anwar

 Cerpen "Di Jalan Jabal Al Kaabah" karya M. Shoim Anwar cerpen ini bertemakan kejadian yang terjadi di jalan Jabal Al Kaabah saat Tuan Amali melaksanakan ibadah haji di Mekkah, yaitu adanya banyak pengemis di kota suci. Cerita ini menceritakan adanya banyak pengemis di kota suci yang melakukan taktik agar mendapat empati orang lain. Anak kecil dipekerjakan oleh seorang wanita untuk mengemis di kota suci. Hal ini yang menjadikan pertikaian mulut oleh Tuan Amali dan seorang lelaki berkopyah coklat. Tuan Amali dengan tegas  ingin membenar dan meluruskan kesalahan. bahwa kota haram ini seharusnya harus dijaga kesuciannya dan tidak  melakukan tindakan mengemis namun tindakan Tuan Amali dicegah oleh wanita bercadar hitam dan lelaki berkopyah coklat. Tuan Amali pun juga terkejut saat bertemu dengan Lelaki tua bersongkok hitam menadahkan tangan di depannya untuk meminta sedekah. Tuan Amali yakin bahwa itu adalah Pak Dotil tetangganya yang sedang pergi haji. Ternyata Pak Dotil disela-sela ibadah yang dilakukannya di kota tersebut Pak Dotil memanfaatkannya untuk mengemis. 


Alur yang digunakan adalah campuran karena saat Tuan Amali berada di halaman Masjidil Haram saat mau thawaf.  Tuan Amali teringat titipan doa dari pak Mardho untuk didoakan cepat sembuh dan anaknya mendapatkan jodoh yang mapan. Selain itu Tuan Amali jadi teringat kembali dengan warganya yang bekerja sebagai pengemis. Tuan Amali sering dijuluki lurah pengemis karena hampir seluruh warganya menjadi pengemis. Masyarakat memercayai bahwa rejeki di tangan Allah. Oleh karena itu mereka pasrah dan tangan mereka menadah untuk mendapatkan uluran tangan yang memberi. Warga Tuan Amali yang menjadi pengemis bisa membeli sawah, rumah ataupun mobil dengan hasil uang pengemis. Mereka menganggap itu adalah perwujudan dari rezeki ada di tangan Allah. Hal ini yang menjadikan alurnya mundur kembali. Setelah itu cerpen tersebut menceritakan Tuan Amali dan istrinya menunaikan ibadah shalat Sunnah lainnya kemudian mereka berdoa  kembali untuk keluarganya sendiri, pak Madhor untuk diberikan kesembuhan, dan warganya untuk diberikan hidayah agar mencari uang dengan jalan yang hormat (tidak meminta-minta). Paragraf ini menunjukkan bahwa alurnya kembali maju lagi sehingga alur dalam cerita ini adalah alur campuran.


Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen tersebut adalah orang ketiga karena cerpen ini dalam penyebutan tokohnya menggunakan nama orang.


Amanat yang dapat diambil adalah tangan di atas lebih baik daripada yang meminta. 


Gaya bahasa yang digunakan cerpen ini adalah majas personifikasi karena menyatakan benda mati sebagai sesuatu yang seolah-olah hidup seperti manusia. Hal ini dibuktikan dikutipan berikut. 

"Lampu-lampu listrik tegangan tinggi berasa *menggetarkan* seluruh ruang."  


Kekurangan dari cerpen ini adalah sulit untuk dipahami karena ada banyak nama kota ataupun jalan yang asing sehingga pembaca perlu lebih mengulang kembali untuk bacanya. Saran dari kekurangan tersebut adalah penulis perlu menambahkan keterangan lebih detail untuk menunjukkan nama benda atau nama jalan yang masih asing oleh pembaca. 


Kelebihan dari cerita tersebut adalah memuat amanat pesan yang dapat diambil bahwa tangan di atas lebih baik daripada yang meminta, artinya. Lebih mulia orang yang memberi daripada yang meminta. Selain itu, pendeskripsian kata yang terdengar asing ini bisa menambah wawasan pembaca mengenai potret di kota Mekkah di sana bahwa budaya orang Indonesia yang meminta-minta juga ada di kota Mekkah.

Komentar