"Dursasana Peliharaan Istana"

 “DURSASANA  PELIHARAAN   ISTANA

Dursasana adalah durjana peliharaan istana

tingkahnya tak mengenal sendi-sendi susila

saat masalah menggelayuti tubuh negara   

cara terhormat untuk mengurai tak ditemukan jua

suara  para kawula melesat-lesat bak anak panah 

suasana kelam  bisa  meruntuhkan penguasa

jalan pintas pun digelindingkan roda-roda gila

dursasana  diselundupkan untuk memperkeruh suasana

kayak jaka tingkir menyulut kerbau agar menebar amarah

atau melempar sarang lebah agar penghuninya tak terima  

lalu istana punya alasan menangkapi mereka

akal-akalan purba yang telanjang menggurita
saat panji-panji negara menjadi slogan semata

para ulama  yang bersila di samping raja

menjadi penjilat pantat yang paling setia     

sambil memamerkan para pengikut yang dicocok hidungnya 

 

Lihatlah  dursasana

di depan raja dan pejabat istana

lagak polahnya seperti paling gagah

seakan hulubalang paling digdaya

memamerkan segala kebengalannya

mulut lebar berbusa-busa

bau busuk berlompatan ke udara

tak bisa berdiri  tenang atau bersila sahaja  

seperti ada kalajengking mengeram di pantatnya   

meracau mengumbar kata-kata

raja manggut-manggut melihat dursasana

teringat ulahnya saat menistakan wanita

pada perjudian mencurangi  tahta

sambil berpikir memberi tugas selanjutnya



Apa gunanya raja dan pejabat istana

jika menggunakan jasa dursasana untuk menghina

merendahkan martabat para anutan kawula

menista agama dan keyakinan para jamaah   

dursasana dibayar  dari  pajak kawula dan utang negara

akal sehat   tersesat di selokan belantara   

otaknya jadi sebatas di siku paha

digantikan syahwat kuasa menyala-nyala  

melupa sumpah yang pernah diujarnya  

para penjilat berpesta pora

menyesapi cucuran keringat para kawula   

 

Apa gunanya raja dan pejabat istana

jika tak mampu menjaga citra  negara

menyewa dursasana untuk menenggelamkan kawula 

memotong lidah dan menyurukkan ke jeruji penjara

berlagak seperti tak tahu apa-apa

menyembunyikan tangan usai melempar bara

ketika angkara ditebar dursasana

dibiarkan jadi  gerakan bawah tanah  

tak tersentuh hukum  karna berlindung di ketiak istana

 

Dursasana yang jumawa

di babak  akhir baratayuda

masih juga hendak membunuh bayi tak berdosa

lalu pada wanita yang pernah dinista kehormatannya

ditelanjangi dari kain penutup tubuh terhormatnya

ingatlah, sang putra memendam luka membara

dia bersumpah akan memenggal leher dursasana hingga patah

mencucup darahnya hingga terhisap sempurna    

lalu  si ibu yang tlah dinista martabatnya 

hari itu melunasi janjinya:  keramas  dengan darah dursasana

                                                                                    Surabaya, 2021

 

    Puisi yang berjudul Dursasana Peliharaan Istana merupakan puisi yang menceritakan tokoh Dursasana dalam buku Mahabarata. Dursasana adalah putra kedua Prabu Drestarasta, raja dari negara Astina Pura dan permaisuri Dewi Gandini. Dursasana menikah dengan Dewi Sultani, putri Adipati Banjarjungut. Ia memiliki putra yang bernama Dursala. Dursasana berbadan besar, gagah, dan bermulut lebar memiliki watak dan sifat yang sombong, sewenang-wenang, suka meremehkan dan menghina orang lain. 
    Dalam cerita Mahabarata tokoh yang bernama Dursasana dan 100 putra Kurawa lainnya digambarkan sebagai tokoh yang semena-mena kepada Drupadi. 100 Kurawa dan Dursasana bermain permainan dadu dengan Pandawa sampai Drupadi menjadi benda taruhan dalam permainan tersebut. Ketika Kurawa menang dalam permainan tersebut, Drupadi menjadi miliknya. Drupadi diseret ke dalam ruang permainan tersebut. Dengan cara kasar Dursasana menyeret Drupadi dan menarik rambutnya dengan keras. Selain itu Dursasana dengan kejam melucuti pakaian yang dikenakan oleh Drupadi. Tidak ada yang bisa menolong Drupadi atas kejahatan yang dilakukan Dursasana dan 100 Kurawanya itu, sehingga Drupadi berdoa kepada dewanya. Krisna membantu Drupadi dengan kekuatannya, sehingga pakaian kain yang dikenakan tidak akan habis ditarik oleh Dursasana. Dursasana jatuh karena lelah menarik kain Drupadi yang tidak habis. 
    Akibat dari peristiwa tersebut Drupadi bersumpah akan mengeramasi rambutnya dengan darah Dursasana. Bima juga bersumpah akan mematahkan lengan dan meminum darah Dursasana. Ketika perang terjadi, Drupadi dan Bima berhasil melunasi janjinya terhadap Dursasana. 
    Representasi puisi tersebut dalam kehidupan masyarakat sekarang seperti kisah Dursasana bahwa para penjilat yang memiliki kedudukan kuasa tinggi masih ada yang dipelihara oleh negara. Dursasana sebagai penjilat informasi untuk memperkeruh suasana, menfitnah, dan bermuka dua kepada musuhnya. Dursasana bagaikan seorang penasehat petinggi yang ingin melihat kehancuran, kesengsaraan masyarakat. Seseorang yang suka memakan uang rakyat, suka uang pungli, dan senang dengan penderitaan orang lain. Seorang penjilat yang suka mencari muka kepada atasannya, dia tidak segan memberikan informasi dengan bumbu-bumbu agar semakin memperkeruh suasana. Para penjilat seperti Dursasana masih banyak yang dipelihara oleh pemerintah. Ketika ada masalah yang diperbuat oleh si Penjilat tersebut, maka dia tidak merasa melakukan kesalahan tersebut karena berlindung di dalam "ketiak istana" yang artinya berlindung atas nama pemerintah sehingga aksinya tidak terlihat oleh hukum. 

Komentar